Di Desa Sentul Kecamatan Gringsing tepatnya tengah hutan, di atas sebuah bukit dekat dengan peninggalan goa Jepang. Terdapat keluarga yang hidup seperti di sebuah pengasingan. Akan tetapi sebenarnya keluarga ini hidup di tengah hutan dikarenakan ekonomi yang kurang, hingga mereka memutuskan hidup disana dan mengelola tanah sekitarnya.
Kurang lebih selama 17 mereka menetap dengan keadaan memprihatinkan. Rumah dengan bambu yang agak doyong ke arah timur, berpagar getek bambu, dan beratapkan dami. Pak Purwadi adalah kepala keluarganya, dia bekerja menggarap tanah yang ada di sekitar rumahnya untuk tetap dapat membuat asap dirumahnya. Keadaan ekonominya serba kekurangan, ditambah jauhnya jarak antara rumahnya dengan rumah penduduk terdekat yang menjadikan warga lain tak mengetahui keadaan yang sedang terjadi.
Rumah Pak Purwadi |
Jauh dari kebutuhan dan fasilitas negara menjadikan mereka tak merasakan terangnya malam. Hanya lampu minyak yang dapat dijadikan teman sebelum mata terpejam. Sesekali mereka menggunakan lampu charger yang setiap sorenya harus dibawa ke rumah penduduk terdekat yang jaraknya kurang lebih 2 km. Lampu charger hanya bertahan tidak lebih dari 3 jam dan setelahnya kembali padam. Pernah berencana memasang kabel dari rumah penduduk terdekat namun bahaya karena terlalu jauh
Di tengah Alas Roban yang dikenal sintru tersebut masih banyak binatang buas yang berkeliaran. Namun baginya mereka adalah tetangga yang berdampingan dan tidak pernah mengganggunya selama tidak ada yang membangunkannya dari kebringasannya. Menurutnya makhluk hidup itu saling menghormati, jika kita hormati maka mereka menghormati
Pak Purwadi di lorong rumahnya |
Pak Purwadi memiliki 3 anak. Mereka semua tidak pernah menikmati bangku sekolah. Namun sopan santun telah tertanam di diri mereka. Mereka berbicara jawa krama yang fasih layaknya abdi kraton. Sekolah mereka adalah lingkungannya yaitu alam. Mereka tahu apa yang berguna untuknya dan apa yang tidak berguna baginya.
Putra Pak Purwadi (no 2 dari kiri) dan 2 temannya (no 1 dan 2 dari kanan) |
1 komentar :
miris yakin
Posting Komentar